Montag, Januar 26, 2004

kencan 10 MENIT

Pabrik PT.Putrawidada terbakar, salah siapa?PABRIK kimia itu meledak beruntun. Puluhan rumah warga sekitar ikut musnah terbakar. Beberapa orang pekerja cedera. Salah seorang direkturnya bahkan ikut tewas terpanggang. Mengerikan.

Itu didarat, bagaimana bila musibah sedahsyat sekaligus setragis itu terjadi di rig?. Yang menyendiri di laut sunyi. Mandiri dan membangun komunitas sendiri.
Karenanya suatu keharusan dimana konsep pekerjaan dan keselamatan berpadu sinergis, sangat serius dan selalu alert. Dobel alert. Apalagi pekerjaan bertalian erat dengan minyak.

Di Baroness, dan juga rig lain, ada safety meeting setiap hari. Bukan sekali, tapi 4 kali sehari. Dari jam 6 pagi hingga jam 12 malam. Dengan materi yang sama dalam sehari, tapi beda tiap hari. Data keselamatan yang terupdate dengan implikasi yang diperoleh dari realitas pekerjaan, terutama perilaku lalai yang menyerempet resiko. Dan hadir wajib hukumnya di satu kesempatan. Tidak lama, tidak lebih habis hisapan sebatang rokok. 10 menit pun sudah kelamaan. Karenanya disebut kencan 10 menit.

Acaranya membaca diamond scorecard. Kartu kontrol tindakan safety yang demokratis. Kita bisa mengontrol siapa saja dengan kartu itu tanpa rasa jangan-jangan. Bahkan dengan atasan sendiri. Menegur tindakan kerja yang tidak procedural, meminimalisasi resiko, dan mengoreksi kelalaian. Meski tidak langsung saat itu, tapi tanggapan tidak pernah lebih dari setengah hari. Selalu konsisten dan guaranted.

Menariknya, pengirim scorecard terbaik akan diumumkan di pertemuan mingguan dan diberi bonus tunai 200 ribu rupiah. Jumlah yang sangat lumayan untuk hanya sekadar menulis teguran dan solusi dalam sebuah kartu.siaga selalu

Ini hanya satu langkah Baroness dari 13 langkah keselamatan GEMS (General Excellent Management System) yang jadi komitmen, yang nampaknya bukan sekadar mewujud diatas kertas. Pengakuan no loss work time yang diterimanya dari perusahaan induk, untuk kerja tanpa insiden berarti, terpatri indah dalam pigura diruang pertemuan. Berturut-turut sejak tahun 1985.

Prinsipnya: hope for the best, prepare for the worst. Kalau musibah masih juga terjadi, itulah takdir Tuhan. Kuasa segala kejadian.


bolaritasi'@pertamedika-OILCITY

Freitag, Januar 23, 2004

12 girls band: kicauan phoenix TIRAI BAMBU

seanggun model sepiawai musisiJARUM jam sudah menunjuk angka 12 untuk kedua kali. Namun mata masih juga ngajak melek. Kuraih remote TV, pencet-pencet, hingga berhenti pada titel acara Xin Cia bersama 12 girls band. Acara musik special imlek dari Indosiar.

12 gadis ayu bermusik, lihai memadu nada dari lima alat musik tradisional China; erhu, pipa, seruling, sitar China, dan harpa China ditambah flute. Yang terakhir tentu bukan alat musik asli China. Lagu Symphoni no-40-nya Mozart yang mengalun bening, lagu jazz Five Beats yang menghanyutkan, hingga Victroy-nya Bond yang menghentak ritmik terhidang memukau dengan rasa China yang kuat. Menikmatinya serasa ada di kowloon. Angan terlempar hingga di mana, pada suatu tempat di pelosok negeri tirai bambu, entah jaman dinasti siapa.

12 girls band namanya. Dibentuk dengan obsesi kuat oleh Wang Xiaojing pada 5 Oktober 2001. Obsesi untuk menerobos dominasi musik barat dengan irama musik China kontemporer; 12 pelajar terseleksi dari Central Conservatory of Music pun direkrut. Merekalah; Jiang Jin, Yin Yan, Zhan Li Jun, Lei Ying, Sun Ting, Zhang Shuang, Zhong Bao, Zhang Kun, Liao Bin Qu, Sun Yuan, Ma Jing Jing, Yang Song Mei dan Zhou Jian (bisa hapal gak?) yang menjadi ruh band orkestra mini ini.

Memainkan partitur musik modern; jazz, klasik, pop, rock bahkan hip hop yang diramu cerdas dengan sentuhan bunyi-bunyian tradisional China. Hasilnya rasa yang eksotik.

Paling tidak, penampilan para pendekar Xiaojing yang turun gunung di Shenzheng Grand Theater, memukau ratusan ribu penontonnya. Uji coba di kandang yang berhasil, membuat Xiaojing berniat menjajal ke luar. Dan Jepang menjadi pilihan.

September 2003, Ebizu Garden Hall pun bagai rengkah meredam tepuk tangan meriah menutup pertunjukan para gadis ini. Bukti kehebatannya, album pertama mereka, Miracle, yang dirilis juli 2003 terjual 1,5 juta kopi di negera matahari terbit itu. Sebuah sukses yang memang miracle, yang tidak pernah dicapai pemusik RRC manapun. China Daily menyanjungnya bersenandung bagai phoenix, menggebrak bagai naga dan memuja para gadisnya berpenampilan seanggun model namun bermain sepiawai musisi.

Di tahun 2004, tiket go internasional sudah digengaman. Konser akhir tahun di negara matador, Spanyol sudah dijabani. Perusahaan Coca Cola pun akhirnya kepincut dengan menjadikan band selusin gadis ini jadi maskot produk di negerinya Wen Jiabao itu. Dan pada paruh kedua tahun 2004 ini, 12 girl band akan merambah mega studio rekaman di Amerika. Tinggal tunggu waktu. Dan senandung phoenix akan menghias etalase toko kaset seantero dunia. Bahkan nadanya menyusup hingga ke relung-relung rumah kita. Mungkin.


bolaritasi'@pertamedika-OILCITY

Mittwoch, Januar 21, 2004

salah MAKSUD

BERINTERAKSI dengan non melayu biasanya nyangkut di komunikasi verbal. Masalah bahasa spesifiknya. Dan paling apes kalau kita akhirnya bisa saling memahami hanya dengan isyarat jari, senyum atau bahasa tubuh lainnya.

Inilah kisah konyol itu, ketika bahasa jari-jari tidak terpakai pula.

Subramanan Singh, aku sering menyapanya dengan Pak Subra, manajer pembelian perusahaan tempatku tugas. Dari namanya, gampang ditebak, dia orang India. Asli. Meski tanpa tarbus dan suling penjinak cobra. Dia vegetarian tulen dan maniak irama tabla. Dangdut ala India yang diputarnya saban malam, yang suaranya lamat-lamat menerobos dinding pembatas kamar kami.

Sore cerah di depan klinik, kami ketemu. Entah angin apa, Pak Subra menyapa dalam bahasa Indonesia (biasanya bahasa Inggris), yang lumayan bagus. Baik pengucapan maupun tata kalimat. Mungkin dipelajari dan dihapalnya berjam-jam.

Pak Dokter, boleh saya mengukur tekanan darah?, tanyanya sopan.
Boleh, ...boleh. Masuk, Pak!. Aku heran dan sedikit gelagapan.

Dalam klinik, tensi dan stetoskop kuambil. Pak Subra naik timbangan, mengukur bobotnya, yang kutaksir tak lebih 60 kg. Aku menunggu....

Usai nimbang, Pak Subra turun dan ..... ngeloyor pergi. Terima kasih, Doktor. Hah....

Aku bengong, menggaruk-garuk kepala yang bingung. Pak Subra sudah menghilang di balik pintu klinik. Nah lho.

Tersadar, aku tergelak. Hwarakakak... Rupanya, Pak Subra salah maksud. Entah siapa yang mengajarnya. Dan dia mempraktekkan berbahasa Indonesia yang baik dan tidak benar dengan sukses.


bolaritasi'@pertamedika-OILCITY

Samstag, Januar 17, 2004

sijago ngebor di TENGAH LAUT

TEGAR berdiam dalam kesendirian. Berlepas sauh di tengah laut Makassar. Berhitung bulan dan tahun menombak bumi, tapi tidak untuk selamanya. Kala pencarian itu menapak batas, senang atau kecewa, nyonya bangsawan itu harus pergi. Mencari persinggahan yang lain.

rig Ocean BaronessOcean Baroness. Dia hanyalah nama sebuah kapal(rig) asing yang menjelajahi dunia mencari minyak, termasuk di Indonesia. Jangan bayangkan kapalnya sebesar dan semewah Titanic yang fenomenal itu. Yang panjang buritan ke palkanya hampir 900 kaki dan muat lebih 3000 penumpang. Baroness hanyalah kapal kotak kecil berdimensi 347 x 337 x 128 kaki ( 1 kaki = 30 cm) dengan POB (passenger on board) 113 orang. Mungkin hanya seukuran setengah lapangan sepak bola, kurang lebih. Dengan enam pilar beton menopang badan, sesekali ia bergoyang mengikuti hentakan irama gelombang laut. Pelan saja seperti dansa. kiri kanan.

Terlahir di Avondale Shipyard, New Orleans, Los Angeles pada tahun 1973, Baroness menjadi bagian dari 46 kapal, yang semuanya bernama awal Ocean, milik Diamond Offshore Inc. Sebuah mega perusahaan pengeboran minyak di laut dalam yang bermarkas di Houston, Texas. Sempat di permak di bengkel Keppel FELS, Singapore pada tahun 2001, Ocean Baroness sanggup mengebor hingga kedalaman 35.000 kaki ke jantung bumi dari 6500 kaki kedalaman laut.

Ibarat lebah jantan yang mencari makanan buat sang ratu. Tugas Baroness memang hanya mengebor, mencari minyak lalu pergi. Kalau ladang minyak ditemukan, kapal lain akan datang mengambil alih dan mengexplorasi untuk proses produksi. Explorasi dalam masa berhitung tahun.

Negeri ini negeri kaya. Minyak, emas, tembaga, gas, batu bara berserak di pelosok nusantara. Dari Papua hingga Natuna. Namun penyedotnya bukan anak negeri.

Negeri ini negeri surga, dimana tongkat kayu dan batu jadi tanaman.
Dimana kail dan jala cukup untuk hidup, lalu ikan dan udang pun datang menghampiri. (koes plus; kolam susu).

Sayang, kita hanya bisa menyanyi. Menjadi penonton. Menjadi buruh. Menjadi rakyat negeri kaya yang sengsara.


bolaritasi'@pertamedika-OILCITY

Dienstag, Januar 13, 2004

8 jam di rahim POKSAY

TANPA jeda seharipun, permintaan berangkat malam tanggal duabelas kujalani. Pagi terang meninggalkan Sempec, meeting siang di Unocal, dan malam ini, jam tujuh, aku harus berangkat. Harus, meski sekali lagi, dengan tekad separuh hati.

Jam enam lewat hampir tiga puluh, tiba di pelabuhan jetty Unocal di Semayang, Balikpapan. Melapor untuk dapat seat dan menunggu panggilan naik kapal.. Tak lagi sempat makan malam. Sore hari tadi, perut hanya diganjal dua potong pisang goreng traktiran dr. Cahyadi. Untung, aku dengar di kapal nanti ada jatah makan malam. Terima kasih Tuhan, Alhamdulillah.

Setengah delapan, kapal siap. Poksay namanya. Dengan tas jinjing, aku masuk ke rahimnya. Tak banyak penumpang malam ini. Atau malah terlalu sedikit. Kapal berkapasitas 50 orang hanya membawa 2 penumpang, termasuk aku. Penumpang satunya, yang juga menuju Ocean Baroness, ternyata adalah penumpang yang ketinggalan kapal tadi pagi.

Belum apa-apa, awak kapal sudah memberitahu, “Pak, malam ini tak ada jatah makan!”. Alamak, mati aku. Perutku langsung protes kroncongan. Entah karena memang lapar atau tiba-tiba lapar karena syok dengar berita itu.

Untung, ya masih untung di siapkan minum, yang terserah seleranya apa. Tinggal bikin, meski pilihannya cuma tiga; teh, kopi atau air tawar. Jadi kalau lapar menyiksa, tinggal minum sampai gembung.

Kapal melaju perlahan meninggalkan pelabuhan. Aku memilih tempat depan TV, menganggap kapal ini kapal sendiri, dan mengatur sandaran kursi seenak mungkin untuk persiapan tidur. Kapal tidak menyiapkan kamar tidur, coi. Mungkin karena perjalanan tidak pernah lewat sehari.

Germerlap lampu Balikpapan makin menjauh hingga tinggal menyisakan barisan titik-titik yang berkelip. Lalu hilang. Poksay melaju makin cepat. 10 knot mungkin ada. Cukup cepat untuk ukuran kapal sekitar 10 x 30 meter, dengan bobot 50 ton itu. Bagai terbang saja, Poksay menerjang ombak samudera. Suara mesin dan air laut yang sesekali menampar jendela masih terdengar hingga aku terlelap.

Pukul tiga dini hari, awak kapal membangunkan, “Pak, Sudah sampai”
Gelagapan aku terbangun. Melangkah keluar rahim Poksay dengan kesadaran yang belum lagi utuh. Di depan mata, terlihat empat tiang beton pancang besar setinggi 30-an meter dari permukaan laut menopang bangunan, dengan belalai2 kabel bergelantungan. Samar kulihat tulisan Ocean Baroness di salah satu dindingnya. Oh, akhirnya.

Aku bergidik. Tak kubayangkan kapal kotak pencari minyak ini berukuran tak lebih besar dari Baruga Pettarani Unhas. Gimana naiknya? Bergelantungan bagai spiderman semenit di jala-jala yang ditarik crane. Wow, sungguh kesan pertama sejuta rasa.


bolaritasi'@pertamedika-OILCITY

Montag, Januar 12, 2004

malam terakhir di SEMPEC

MALAM kedua belas penanggalan Januari. Bulan tak lagi bulat di langit timur. Purnama sudah lewat empat hari. Namun cahayanya masih memancar, meski temaram dan sedikit buram tersapu awan.

Di langit barat, dua obor raksasa dari pipa gas angkuh menohok angkasa. Menyala tak kalah terang. Siang malam hujan maupun cerah, bagai api abadi, nyalanya tak padam di telan zaman. Apinya meliuk menari bersama irama angin.

Di tengah, struktur konstruksi pipa gas sambung menyambung, melintang hingga tak jelas lagi ujung dan pangkal. Rumit. Gemerlap sinar listrik memandikannya hingga terang bagai miniatur kota metro yang meriah dan tak pernah lelap. Meski ini hanya kompleks tanpa penghuni.

Hanya itu, selebihnya hanya suara generator diesel yang menderu sepanjang waktu. Dan nyanyian monoton kodok bangkong usai hujan turun. Kong…kong…kong.

Inilah malam terakhir di Sempec. Besok, aku tidak di sini lagi. Fax kepastian itu sudah kuterima tadi siang. Aku pindah tugas. Ini instruksi.

Lokasinya jauh lebih menantang dan, terus terang, sedikit membuatku miris. Aku harus ke off shore, ke sebuah rig pencari minyak yang berlabuh jauh di tengah laut Makassar. Ocean Baroness, namanya. Tidak ada lagi romantisme nyanyian kodok, pasar malam Sigagoe dan sesekali pelesiran sabtu malam di kota. Kini, itu hanya tinggal sebuah kenangan.
Aku pergi mengikut takdir. Mengayun langkah dengan tekad, meski tidak bulat. Meski hanya setengah hati.

Selamat tinggal Sempec, Sambutlah aku Ocean Baroness.


bolaritasi'@pertamedika-OILCITY

Samstag, Januar 10, 2004

musik pagi ASYIK

CERAH pagi hari sabtu. Tak banyak kerjaan dalam agenda. Hanya nunggu pasien di klinik dan nulis buat ngisi blog di komputer.
Jam 7 kurang lebih. Kelar nonton berita TV nasional yang isinya koruptor everyday, terus beranjak ke kantin untuk sarapan. Menunya kali ini soto telur (?). Di daftar menu sih tertulis soto ayam, tapi irisan telurnya jauh lebih banyak dari suwiran ayamnya hingga lebih kena kalau disebut soto telur. Kenyang. Baru ke klinik.

Dari komputer, sambil mempersiapkan coretan, nge-klik winamp dan musik pun mengalun. Musik yang beda. Kompilasi irama klasik sealbum menyelusup ke telinga. Dari Wolfgang Amedeus Mozart, Richard Wagner hingga Johann Strauss. Dari Sympony no 40 in G Major, Bridal Chorus from Lohengrin hingga Radetzky March Mencoba mencerna kompleksitas arransement musik klasik yang dominan instrumentalia. Mencoba menikmati alunan iramanya yang kadang lirih mendayu, kadang keras menghentak dalam tempo cepat Ya, Sesekali sekadar pencerahan.

Membayangkan duduk di balkon gedung opera. Memakai pakaian kebesaran seorang baron, kacamata bertongkat, segelas sampanye dan didampingi seorang baroness yang anggun sambil melihat konduktor ‘menari’. Sesekali bertepuk tangan begitu satu persembahan usai. Wow, serasa di abad 17. Abad renaissance. Nikmatnya terasa meski hanya ditoast dengan segelas teh hangat. Bukan wine atau sampanye.

Biasanya imajinasi ini tidak lama. Agak siangan dikit atau malah kelar coretan ini, panggung pun berubah. Orkestra pun dipersilahkan undur diri. Irama tabla, atau kita lebih kenal dangdut, mau masuk dengan suling bambu dan gendang kulit lembu. Mempersembahkan Goyang Dombret yang dinamis. Menarik pinggul untuk dihentakkan ke kiri-kanan, depan-belakang atau malah mutar seperti Inul. Sambil tangan terangkat dan mata boleh sedikit terpejam. Ah….syik.

Baron boleh minggat dengan baroness. Bukan karena tidak suka mungkin (karena kaki dan kepalanya ternyata ikut manggut-manggut), tapi sedikit soal rasa tidak level dan jaim. Jaga imej.He..he..he… Namun musik tabla tetap menghentak. Mengajak berajojing bersama Mbah Dukun dan Putri Panggung sambil mendendangkan janji, “Makin banyak sawerannya, makin asyik goyangannya!” Serrr.

Donnerstag, Januar 08, 2004

pasar malam SIGAGOE

Malam-malam di Sigagoe Senipah, lokasi proyek Sempec, adalah kesepian berselimut embun dan gelap. Tak ada malam minggu yang meriah. Tak ada lampu jalan kecuali jalan menuju proyek. Hanya sinar bulan , nyanyian koor kodok-kodok bila hujan usai.dan obor gas bumi dari proyek yang terang menjulang. Obor yang tak padam meski hujan tercurah lebat.

Namun di selasa malam setiap minggunya, kesunyian itu tersibak. Masyarakat dan orang proyek mengerubungi satu lapangan. Bukan nonton karnaval, tapi ada pasar malam.

Kompleknya tidak luas-luas amat, hanya setengah lapangan bola. Tapi gairah kehidupan terasa berdenyut di sini. Barang yang ditawarkan cukup lengkap. Dari hasil bumi, sandang sampai barang elektronik. Harga bukanya bisa ber lipat tiga dari harga ‘kota’ tapi jangan kuatir, barang bisa ditawar juga hingga 60%. Asal berani. Soal mutu, nomor sekian saja. Dan memang langka ditemukan barang dgn merek top. Tapi siapa peduli. Emang gua pikirin.

Toh, tidak semua yang datang berniat belanja. Tidak sedikit yang datang hanya untuk refreshing dan ganti suasana. Ya, sekadar melupakan sejenak kepenatan dan pemandangan rutin di proyek. (Masa’ betah pelototin pipa gas aja!)

Siapa tau bisa ngelaba. Siapa tahu malah ketemu makhluk manis yang bisa diajak kencan buta. Sekadar kenalan, tukaran nomor telpon, ketawa-ketiwi dan makan bakso bareng. Itu romantisme yang sudah cukup layak. Romantisme sekali seminggu dan hanya bisa didapatkan di pasar malam Sigagoe. Uhuuii!.

kerja, duit dan CINTA

Kemarin dapat hasil tes lab sampel air mess dari lab Total Finaelf. Hasilnya, wow…. Sungguh mengejutkan kalau tidak mau dibilang mengecewakan. Bukan pada pemeriksaannya, yang rutin dilakukan tiap bulan, tapi pada hasilnya. Ada 3 dari 10 item yang dites dapat nilai buruk dan tidak memenuhi standar kelayakan air konsumen versi Departemen Kesehatan (SK Menkes RI no 907/menkes/VII/2002). Yaitu pH, Chlorine dan general bacteria.

Mungkin ada yang berkomentar; air kok dites segala. Ah over protektif tuh atau terlalu takut sakit kali. Karena mungkin kita sudah terbiasa. Karena kita sehari-hari jarang sekali mengetahui kualitas air yang kita pakai. Dan itu bukan masalah besar, apalagi kita berada di daerah yang mengalami krisis air. Yang penting ada air. Titik.Tapi di sini beda,man. Mereka (para expatriat) amat peduli dengan itu, peduli dengan standar kualitas air yang dikonsumsi karena dianggap akan berefek pada personal dan pekerjaan. Sekecil apapun pengaruhnya.

Dan seperti biasa, internal memo pun dikeluarkan klinik (dokter) untuk penjaga air dan camp boss, yang bertanggungj jawab terhadap fasilitas mess. Pembersihan penampungan air dan penambahan chlorine ditegaskan dan tes ulang harus dilakukan secepatnya.Ini semi cito.

Memang bukan yang pertama kali ini internal memo dikeluarkan. Dan perubahan memang selalu ada setelah itu. Hanya saja temporary. Panas-panas tai ayam. Atau inilah bagian dari penyakit kronis yang diidap sebagian orang-kita. Bangsa Indonesia tercinta.Yakni suka meremehkan persoalan, menganggap tidak ada masalah besar dalam hidup dan semuanya termaklumi seiring waktu (sifat permissif).
Hanya sayang, Sempec dan Total bukan perusahaan nasional tapi multinasional Mereka kurang memahami dan susah menghargai ‘budaya’ itu. (aku menulisnya dengan ‘sakit’).

Saya kira, Ini bukan hanya soal tanggung jawab dan disiplin, Tapi ujungnya adalah kadar professionalisme pekerjaan. Atau prinsip kerja kita yang emang sedikit beda. Mereka datang jauh-jauh bukan hanya untuk cari uang tapi untuk bekerja. Bukan bekerja karena mengharapkan uang semata.

Mereka bekerja dengan cinta dan uang pun datang sebagai konsekuensi. Kita (sebagian) memang berupaya mencari uang dan bekerja adalah jalannya. Bingung? Beda-beda tipis saja.

Sonntag, Januar 04, 2004

AKHIRNYA.......

Dari tanggal 31 Desember 2003 hingga 4 Januari 2004, 5 hari mencoba bikin blog dengan system trial dan error; Tanya sana sini.Copy , paste, preview re-edit dan save dari title hingga nama rubrik dan sebagainya. Akhirnya, jadi juga. Belum apa-apa memang tapi lumayan buat nyoret-nyoret, menyalurkan uneg-uneg dan membuatnya tahan lebih lama dari sekadar menyimpannya di area broca.
Lima hari memang terhitung waktu yang lama, tapi bukan tanpa alasan. Kompit yang punya akses internet hanya ada di kantor. Dan itu tidak bebas. Kesempatan hanya bisa pada saat lunch time (1 jam) atau tengah malam saat yang punya kompi sudah tidak peke atau malah sudah ngorok. Lagi-lagi, itupun tidak setiap hari. Apalagi kalau pas ada kesempatan, jaringannya tidak bisa konek. Sungguh suatu perjuangan yang melelahkan tapi mengasyikkan. Dan abracadabra, jadilah seperti ini. Tapi saya tidak janji ini tidak berubah. Karena hidup itu dinamis. Tidak ada yang abadi di dunia. , kecuali perubahan itu sendiri.
Pemilihan title dan rubrik yang kedaerahan (bahasa bugis), mungkin sangat primordial. Ini bukan keinginan inklusif tapi sekadar menjaga kelestarian bahasa bugis, bahasa asli penutur. Hitung-hitung, biar ada juga istilah bugis yang masuk ke dunia maya dan terbaca dimanapun orang melongok ke blog ini. Seantero dunia, yang bahkan tak tahu letaknya dimana. Ini dunia tanpa batas.
At least, thanx to blogger.com, doneeh.com dan mytagboard.com. Especially thanx to Fahrie dan Adhip atas ilmunya. Juga buat Sam Ismail dan Bunawardi di Sempec atas pinjaman compitnya.
So, sambutlah kawan barumu, Bloggerian!

Samstag, Januar 03, 2004

hore... dapat ambulance BARU

Hari ini ada kejutan. Sebuah mobil kijang ambulance parkir di klinik. Mulanya kirain ada tamu dari klinik sekitar, biasa saling beranjangsana nanya-nanya kabar dan tukar-tukar info. Tak tahunya, Sam (Safety Manager) bilang, “doc, it’s our new ambulance!”. Ah yang betul, bercanda kali nih si Sam. Tapi lepas jumat, mobil itu masih nongkrong. Yang hilang justru mobil ambulance lama, L-300. Barulah saya percaya.
Mobil baru ternyata enak juga, ada ac-nya dan pake power steering. Jadi belokin mobil gak bikin otot kekar seperti mobil lama. Lagian warnanya gak putih layaknya ambulance tapi hijau tua. Pokoknya bisalah dibawa ngeceng kemana-mana.
Tengok saja Pak Usman, ambulance driver, belum berapa jam mobil baru diserahkan, , sudah show di depan sopir Total-Sempec yang lain dengan senyum khasnya. Mungkin menyebar kebanggaan kali. Uenak tenanlah pokoknya.
Namun oops, berita itu datang. Senangnya ternyata gak lama, karena ternyata mobil baru itu hanya dua mingguan di Sempec, menunggu mobil L-300 selesai diservis. Alamak, nasib. Ya, nasib.

Donnerstag, Januar 01, 2004

berubahlah.... POKEMON!

Malam baru tadi malam sugguh meriah. Dilokasi maupun di TV. Ya, selalu begitu tiap tahun. Pesta, musik, makan dan (mungkin) mabuk!. Tapi apa memang harus begitu, lantas masalah hidup selesai. Atau persetan dengan masalah, persetan dengan semuanya, toh tahun baru hanya sekali setahun dan belum tentu terulang.

Tapi sungguh, bagiku 31 desember ke 1 januari hanyalah soal beda tanggal. Hanya soal beda hari atau beda tahun. Maknanya hanyalah tekad; bahwa tahun 2004 ini harus lebih baik, lebih berarti dibanding tahun 2003 kemarin.
Ini kata hati. Bukan pesan sponsor. Bahasa arabnya hijrah.

Ada hadist Rasulullah yang selalu relevan dan optimistik yang bagus dipatrikan dalam hidup. "Barangsiapa yang hidupnya hari ini lebih baik dari kemarin, dialah orang yang beruntung. Tetapi siapa yang hidupnya hari ini lebih buruk dari hari kemarin, dialah orang yang merugi"

Hayo, mau pilih mana..?
Jadi berubahlah, pokemon!