Freitag, Juli 30, 2004

pasukan merah, barisan sepeda dan delta MAHAKAM

Delta Mahakam pagi hari. Bising deru heli yang datang tiap setengah jam sungguh memekakkan telinga. 105 db di luar ruang dan 90 db dalam ruang sungguh diluar batas kenormalan. Sialnya, klinik itu berada pas disebelah helipad. Bisa gak ya, ini masuk pelanggaran HAM dan dikenai pasal penganiayaan telinga. hehe..

Kenapa gak pake ear plug? Iya ya, tapi kalo pake gimana mau dengar curhatnya pasien kalo telinganya disumbat! heu..heu..

4 hari hidup di delta Mahakam itu kudu beradaptasi dengan bisingnya heli. Untungnya, cuman sampe sore. Heli-heli bukan guk..guk.. guk.. itu tidak mampir lagi saat malam datang menutupi hari. Saat bulan menggantikan mentari. Saat bintang muncul berpendaran dilangit. :D

Ada apa disana?
Delta Mahakam adalah tempat PT. Total Finaelf Indonesie, sebuah perusahaan Prancis yang ikut mengeksplorasi gas dan minyak bumi di tanah Borneo, menancapkan salah satu jejarinya. Handil 2 base terminal tepatnya. Ada rig eksplorasi disana, juga ada terminal logistik yang menyuplai segala keperluan eksplorasi. Lalu lintas laut rame banget dengan boat yang mengangkut pekerja dan sea truck yang memuat barang kebutuhan pengeboran. Meski begitu tidak ada traffic light, polantas apalagi polisi cepek yang berdiri disana dengan sempritan. :P

Seragam merah menjadi seragam resmi pekerja, yang kalo pulang barengan mirip pasukan pulang ke barak. Menyolok memang tapi siapa yang usil. Menyolok justru bagus, gampang keliatan ini orang atau bukan. Meskipun melototnya dari jauh.

Lokasi kerja ke mess dan restoran perusahaan tidak begitu jauh. "Hanya" 300-an meter. Namun berjalan bolak-balik sekitar 15 menit, cukup membuat badan hangat. Atau malah keringatan. Karenanya, kendaraan yang dominan terparkir adalah sepeda. Saat jam makan dan jam istirahat, ratusan sepeda terparkir rapi di parkiran mess dan restoran. Sepeda dinas yang disiapkan perusahaan. Mereknya pun hanya satu.

Meski bisa naik mobil ambulans, saya lebih suka jalan kaki. Hitung-hitung bisa membakar kalori dikit sekaligus membuat perut lapar makin lapar dan semangat untuk makan banyak meningkat. Nyam..nyam.

4 hari disana, 4 hari yang berkesan. Mendapat suasana berbeda, pengalaman berbeda dengan orang-orang berbeda. Meski pulang telinga rada budeg terpapar bising si heli. 

Mittwoch, Juli 14, 2004

SAYONARA..

Saat engkau datang..
Membawa cerita..
Aku pergi..
Meninggalkan...aa..aa..
Sayonaraaaaa..... oh, sayangkuuu..


(lagu sukiyaki ala Rahmat, Coba Lagi Award)

Sonntag, Juli 11, 2004

insinyur LUMPUR

Ada yang selalu menarik perhatian saya kalo melihat struktur pekerjaan di rig. Mud Engineer alias Insinyur Lumpur.
Aneh dan terdengar asing bagi saya. Mungkin lantaran saya belum pernah mendengar fakultas teknik jurusan Lumpur di universitas manapun.

Lantas kenapa disebut mud engineer (insinyur lumpur)?
Kata pak Irawan, situkang insinyur lumpur, ini karena waktu kecilnya dilarang-larang main lumpur. Jadi main lumpurnya waktu sudah dewasa. :P. Saya tertawa aja karena yakin dia guyon.
Dan ternyata sodara-sodara, insinyur Lumpur itu memang hanya istilah, karena kerjaannya emang berkutat di arena perlumpuran. Lantas apa guna lumpur di pengeboran?

Lumpur ini bukan asal lumpur, asal becek tapi lumpur buatan yang komposisinya dihitung dan disesuaikan dengan kebutuhan. Gunanya meng-ademkan mata/mesin bor biar gak cepat emosi.. eh maksudnya panas dan cepat patah, juga tuk melengketkan or menarik kotoran (sisa) bor keatas, biar gak nutupin lobang yang baru dibuat, dan buat analisa isi kandungan sumur yang digali.

Demikian sodara-sodara, lumpur juga ternyata bukan cuman mainan anak-anak yang kotor dan bikin jijay. Tapi orang tua pun memainkannya nun jauh ditengah laut. Tapi yakin sodara-sodara, hasil akhirnya sangat jauh berbeda. Satu bakal kena damprat orang tua, satunya malah dapat pujian dan bayaran mahal.

Jadi, biarkanlah anak anda main lumpur seenaknya, sapa tau dia bakal jadi insinyur lumpur di masa depan. :D

Mittwoch, Juli 07, 2004

perawan di sarang buruh MINYAK.

Lina dan Selvy. Dua perempuan muda diantara 110 orang pekerja di rig ocean baroness. Berbaur bersama para buruh minyak. Bersimbah peluh dan percikan oli serta Lumpur. Berbusana terusan resmi pekerja (overall), bersepatu boot, kacamata pelindung dan topi plastic keras (hard hat). Sungguh kontras dengan busana seksi, rok mini dan segala pernik kosmetik kecantikan yang lumrah menghias tubuh wanita seusianya. Usia yang 25-an.

Mereka bukanlah buruh minyak dengan segala kerja mengandalkan kekuatan ototnya. Mereka para insiyur yang bekerja dengan kepiawaian otaknya. Menghitung jumlah bahan yang harus dipakai, menganalisis kandungan minyak sumur yang digali, mengkalibrasi alat pengeboran yang akan dipakai, hingga ke ketepatan arah mata bor ditujukan.

Sungguh wanita pekerja lapangan yang tangguh. Bekerja 12 jam siang malam. Bahkan saat aku dan banyak orang tidur pulas meringkuk dibawah selimut hangat.
Tapi bila waktu libur tiba, di darat mereka tak kalah menawan dengan wanita dewasa muda kebanyakan. Bahkan dengan kelincahan ABG. Dandanan yang cantik, busana yang modis, dan keceriaannya (atau kegenitannya?).
Hanya saja kenapa mereka semua masih melajang? Tanya ini pun hanya dibalas senyum. Senyum yang menggetarkan..

Montag, Juli 05, 2004

nyoblos di RIG

Hari ini pemilu presiden akhirnya diadakan juga di rig. Kemarin, waktu pemilu legislatif, orang-orang di rig (yang pekerja nasionalnya bisa ribuan kalo dikumpulkan semua) gak ada yang nyoblos gara-gara KPU gak ngasih fasilitas buat nyoblos di rig. Maunya KPU, pekerja yang mau nyoblos harus ke darat (Balikpapan). Emang sapa mau bolak-balik 12 jam dihajar ombak 'cuma' buat nyoblos!!! Edan apa?!!

Nah kali ini KPU cerdas dan tanggap. Di rig juga disiapin tps meski tidak disemua rig. Tapi dipilih rig yang paling banyak pekerja nasionalnya dan paling strategis letaknya diantara rig lain. Nah, pekerja Ocean Baroness (rig tempatku) diarahkannya ke rig West Alliance, yang berjarak 1,5 jam jarak tempuh boat.
Meski ada tps, namun kali ini pekerja nasional yang ikut nyoblos hanya setengahnya. Hanya 36 orang dari 70-an orang. Bukan lantaran simpati dan cinta berat sama gus dur yang golput, tapi lantaran gak bawa atau juga gak punya kartu pemilih. Pikirnya kayak pemilu kemarin lagi gak ada tpsnya.

Pagi jam 6, boat Poksay sudah menunggu di sisi Baroness. Hari istimewa ini dijadwalkan 2 kali angkutan. Kenapa 2?, iya.. biar pekerja bisa gantian. Soalnya pekerjaan di rig gak boleh berhenti. Jadi nyoblosnya pun harus gantian. Kelompok kedua baru bisa pergi kalo yang pertama sudah datang dan gantiin kerja. Disini memang waktu memang sangat mahal, sangat berharga.

Dan inilah hasilnya:
1. Susilo Bambang & Jusuf K. = 35
2. Amin Rais & Siswono = 34
3. Megawati S. & Hasyim M. = 22
4. Wiranto and Salahuddin W. = 8
5. Hamzah H. & Agum G. = 0

Suara Pemilih yg tersisa = 7
Suara pemilih Tidak Sah = 44

Yang paling banyak dipilih adalah yang tidak sah...:P


bolaritasi@pertamedika-OILCITY

Freitag, Juli 02, 2004

batulicin, batubara dan PERJALANAN

Minggu terakhir libur, dapat tugas baru dari rumah sakit. Jaga UGD yang masih tersisa 3 shift terpaksa dialihkan ke rekan yang lain. Saya harus berangkat ke Batulicin, sebuah kota kecil di Kalimantan Selatan, yang juga belum pernah saya jejaki. Bahkan belum pernah terpetakan dalam benak. Hanya kata orang, dari Balikpapan bisa tembus lewat darat 8 jam perjalanan mobil ngebut.
Tapi saya bukan naik mobil kesana. Sebuah pesawat cassa 212 milik Airfast berkapasitas 24 penumpang sudah dipesankan. Pesawat yang kecil. Tinggal naik dan berangkat. Saya hanya merasa lucu saat boarding, setiap penumpang mesti ditimbang sekalian dengan bagasinya. Pun saat sumbat telinga (ear plug) dibagikan sebagai bekal. Katanya sih bising pesawat melewati ambang batas yang aman buat telinga. Pagi itu seluruh seat pesawat terisi. Semua penumpangnya pekerja tambang.
Sejam kurang lebih, airfast akhirnya mendarat di bandara perintis Stagen, Kotabaru. Masih 3 jam menuju Batulicin lewat darat dan laut. Dijemput mobil perusahaan melintas hutan lebat Kalimantan, melalui dusun yang sederhana, jalan tanah tak beraspal hingga menyeberang laut dengan ferry. Sungguh mengasyikkan meski juga melelahkan. Namun perjalanan belum selesai.

Lokasi tambang dari pusat kota Batulicin masih 50 kilo lagi. Keluar batas kota dan masuk menuju perut bukit yang dikeruk. Tebalnya debu dari jalan tanah bikin pandangan tak tembus leluasa melihat jalan. Apalagi puluhan tronton pengangkut batubara lewat berselisih maupun yang searah menggetarkan jalan dan mengangkat debu. Huhhhh.. rasa pusing, perut yang mual bagai dikocok, badan babak belur terbanting kanan kiri. Ampuunnnnn..

2 Jam berikut perjalanan berakhir di mess pekerja. Namun tambang belum juga kelihatan. Dari mess ke tambang ATA masih 9 kilometer lagi. Tanggung, sekalian saya minta Pak Arsyad, pak sopir, meluncur kesana. Sekalian perkenalan dengan orang-orang tambang dan liat klinik. Ada tugas baru menanti disana, tidak lama, hanya lima hari menjaga klinik di tambang batubara milik Cipta Kridatama-Arutmin Indonesia. Waktu yang singkat.

Tugas di pertambangan batubara merupakan hal baru bagi saya. Melihat dump truck lalu lalang, mobil raksasa mengeruk bukit, pekerja yang meluruk ke ceruk gunung. Bahkan melihat batubaranya pun baru kali ini.
Alhamdulillah, Puji Tuhan memberi saya kesempatan melihat sepintas betapa kayanya negeri ini. Tragis dengan banyaknya utang negara, tentang banyaknya penduduk yang miskin. Bahkan penduduk sekitar tambang, tempat kekayaan dikeruk, yang hidup dengan segala kesederhanaannya.

bolaritasi@pertamedika-OILCITY