Dienstag, Januar 13, 2004

8 jam di rahim POKSAY

TANPA jeda seharipun, permintaan berangkat malam tanggal duabelas kujalani. Pagi terang meninggalkan Sempec, meeting siang di Unocal, dan malam ini, jam tujuh, aku harus berangkat. Harus, meski sekali lagi, dengan tekad separuh hati.

Jam enam lewat hampir tiga puluh, tiba di pelabuhan jetty Unocal di Semayang, Balikpapan. Melapor untuk dapat seat dan menunggu panggilan naik kapal.. Tak lagi sempat makan malam. Sore hari tadi, perut hanya diganjal dua potong pisang goreng traktiran dr. Cahyadi. Untung, aku dengar di kapal nanti ada jatah makan malam. Terima kasih Tuhan, Alhamdulillah.

Setengah delapan, kapal siap. Poksay namanya. Dengan tas jinjing, aku masuk ke rahimnya. Tak banyak penumpang malam ini. Atau malah terlalu sedikit. Kapal berkapasitas 50 orang hanya membawa 2 penumpang, termasuk aku. Penumpang satunya, yang juga menuju Ocean Baroness, ternyata adalah penumpang yang ketinggalan kapal tadi pagi.

Belum apa-apa, awak kapal sudah memberitahu, “Pak, malam ini tak ada jatah makan!”. Alamak, mati aku. Perutku langsung protes kroncongan. Entah karena memang lapar atau tiba-tiba lapar karena syok dengar berita itu.

Untung, ya masih untung di siapkan minum, yang terserah seleranya apa. Tinggal bikin, meski pilihannya cuma tiga; teh, kopi atau air tawar. Jadi kalau lapar menyiksa, tinggal minum sampai gembung.

Kapal melaju perlahan meninggalkan pelabuhan. Aku memilih tempat depan TV, menganggap kapal ini kapal sendiri, dan mengatur sandaran kursi seenak mungkin untuk persiapan tidur. Kapal tidak menyiapkan kamar tidur, coi. Mungkin karena perjalanan tidak pernah lewat sehari.

Germerlap lampu Balikpapan makin menjauh hingga tinggal menyisakan barisan titik-titik yang berkelip. Lalu hilang. Poksay melaju makin cepat. 10 knot mungkin ada. Cukup cepat untuk ukuran kapal sekitar 10 x 30 meter, dengan bobot 50 ton itu. Bagai terbang saja, Poksay menerjang ombak samudera. Suara mesin dan air laut yang sesekali menampar jendela masih terdengar hingga aku terlelap.

Pukul tiga dini hari, awak kapal membangunkan, “Pak, Sudah sampai”
Gelagapan aku terbangun. Melangkah keluar rahim Poksay dengan kesadaran yang belum lagi utuh. Di depan mata, terlihat empat tiang beton pancang besar setinggi 30-an meter dari permukaan laut menopang bangunan, dengan belalai2 kabel bergelantungan. Samar kulihat tulisan Ocean Baroness di salah satu dindingnya. Oh, akhirnya.

Aku bergidik. Tak kubayangkan kapal kotak pencari minyak ini berukuran tak lebih besar dari Baruga Pettarani Unhas. Gimana naiknya? Bergelantungan bagai spiderman semenit di jala-jala yang ditarik crane. Wow, sungguh kesan pertama sejuta rasa.


bolaritasi'@pertamedika-OILCITY

Keine Kommentare: