Montag, Januar 12, 2004

malam terakhir di SEMPEC

MALAM kedua belas penanggalan Januari. Bulan tak lagi bulat di langit timur. Purnama sudah lewat empat hari. Namun cahayanya masih memancar, meski temaram dan sedikit buram tersapu awan.

Di langit barat, dua obor raksasa dari pipa gas angkuh menohok angkasa. Menyala tak kalah terang. Siang malam hujan maupun cerah, bagai api abadi, nyalanya tak padam di telan zaman. Apinya meliuk menari bersama irama angin.

Di tengah, struktur konstruksi pipa gas sambung menyambung, melintang hingga tak jelas lagi ujung dan pangkal. Rumit. Gemerlap sinar listrik memandikannya hingga terang bagai miniatur kota metro yang meriah dan tak pernah lelap. Meski ini hanya kompleks tanpa penghuni.

Hanya itu, selebihnya hanya suara generator diesel yang menderu sepanjang waktu. Dan nyanyian monoton kodok bangkong usai hujan turun. Kong…kong…kong.

Inilah malam terakhir di Sempec. Besok, aku tidak di sini lagi. Fax kepastian itu sudah kuterima tadi siang. Aku pindah tugas. Ini instruksi.

Lokasinya jauh lebih menantang dan, terus terang, sedikit membuatku miris. Aku harus ke off shore, ke sebuah rig pencari minyak yang berlabuh jauh di tengah laut Makassar. Ocean Baroness, namanya. Tidak ada lagi romantisme nyanyian kodok, pasar malam Sigagoe dan sesekali pelesiran sabtu malam di kota. Kini, itu hanya tinggal sebuah kenangan.
Aku pergi mengikut takdir. Mengayun langkah dengan tekad, meski tidak bulat. Meski hanya setengah hati.

Selamat tinggal Sempec, Sambutlah aku Ocean Baroness.


bolaritasi'@pertamedika-OILCITY

Keine Kommentare: