Mittwoch, Januar 21, 2004

salah MAKSUD

BERINTERAKSI dengan non melayu biasanya nyangkut di komunikasi verbal. Masalah bahasa spesifiknya. Dan paling apes kalau kita akhirnya bisa saling memahami hanya dengan isyarat jari, senyum atau bahasa tubuh lainnya.

Inilah kisah konyol itu, ketika bahasa jari-jari tidak terpakai pula.

Subramanan Singh, aku sering menyapanya dengan Pak Subra, manajer pembelian perusahaan tempatku tugas. Dari namanya, gampang ditebak, dia orang India. Asli. Meski tanpa tarbus dan suling penjinak cobra. Dia vegetarian tulen dan maniak irama tabla. Dangdut ala India yang diputarnya saban malam, yang suaranya lamat-lamat menerobos dinding pembatas kamar kami.

Sore cerah di depan klinik, kami ketemu. Entah angin apa, Pak Subra menyapa dalam bahasa Indonesia (biasanya bahasa Inggris), yang lumayan bagus. Baik pengucapan maupun tata kalimat. Mungkin dipelajari dan dihapalnya berjam-jam.

Pak Dokter, boleh saya mengukur tekanan darah?, tanyanya sopan.
Boleh, ...boleh. Masuk, Pak!. Aku heran dan sedikit gelagapan.

Dalam klinik, tensi dan stetoskop kuambil. Pak Subra naik timbangan, mengukur bobotnya, yang kutaksir tak lebih 60 kg. Aku menunggu....

Usai nimbang, Pak Subra turun dan ..... ngeloyor pergi. Terima kasih, Doktor. Hah....

Aku bengong, menggaruk-garuk kepala yang bingung. Pak Subra sudah menghilang di balik pintu klinik. Nah lho.

Tersadar, aku tergelak. Hwarakakak... Rupanya, Pak Subra salah maksud. Entah siapa yang mengajarnya. Dan dia mempraktekkan berbahasa Indonesia yang baik dan tidak benar dengan sukses.


bolaritasi'@pertamedika-OILCITY

Keine Kommentare: